Tur DMZ: Ketemu Tentara Korea Utara, Nahan Tangis, & Mikir Eksistensi Diri

Tur Sehari ke DMZ (Zona Demiliterisasi)

Tur DMZ: Ketemu Tentara Korea Utara, Nahan Tangis, & Mikir Eksistensi Diri


Tur DMZ: Ketemu Tentara Korea Utara, Nahan Tangis, & Mikir Eksistensi Diri

Bro, sist, pernah gak sih lo ngerasa kayak lagi hidup di film dokumenter sejarah, tapi versi lebih awkward dan penuh pertanyaan eksistensial? Nah, itulah yang gue rasain pas ikutan tur sehari ke DMZ (Zona Demiliterisasi) di Korea Selatan. Awalnya, gue mikir, "Ah, palingan juga liat kawat berduri doang." Boy, was I wrong!

DMZ, buat yang belum tau, itu kayak no man's land selebar 4 kilometer yang misahin Korea Utara dan Korea Selatan. Ini tuh sisa-sisa perang Korea yang tragis, dan sampai sekarang, secara teknis, mereka masih berperang. Gak ada perjanjian damai, cuma gencatan senjata. Jadi, bisa dibilang, tensinya masih kayak pacar yang lagi ngambek, dikit aja salah ngomong bisa perang dunia ke-3. Lebay sih, tapi ya gitu deh.

Gue berangkat dari Seoul pagi-pagi buta, naik bus tur yang isinya kebanyakan bule. Agak awkward juga karena gue sendirian, sementara yang lain pada gandengan atau rame-rame. Tapi ya sudahlah, solo traveler kan emang harus kuat mental dan jago cari obrolan.

Pemanasan: Museum Perang & Propaganda


Pemanasan: Museum Perang & Propaganda

Sebelum beneran masuk ke DMZ, kita diajak ke beberapa tempat preliminary. Pertama, Museum Perang Korea. Isinya ya standar museum perang: tank, pesawat, foto-foto mengerikan, dan cerita heroik. Tapi yang bikin gue merinding, ngeliat betapa dahsyatnya perang Korea ini. Jutaan orang meninggal, keluarga tercerai-berai, dan sampe sekarang dampaknya masih terasa. Gue jadi mikir, "Apa sih gunanya perang coba?" Seriously.

Abis dari museum, kita mampir ke tempat propaganda. Nah, ini baru mind-blowing. Korea Utara dan Korea Selatan tuh kayak lagi adu mulut, tapi pake toa gede-gedean. Mereka masang bendera raksasa (yang Korea Utara lebih gede), nyiarin musik K-Pop (Korea Selatan), dan nyiarin propaganda ala komunis (Korea Utara). Lucunya, mereka juga bikin "desa" palsu di perbatasan. Korea Utara bikin Kijong-dong, desa yang keliatan rame tapi sebenernya kosong melompong. Korea Selatan juga bikin Daeseong-dong, desa yang penduduknya bebas pajak dan wajib militer, tapi jam malamnya ketat banget. Talk about passive-aggressive neighbors!

Akhirnya Masuk DMZ: Deg-degan Maksimal


Akhirnya Masuk DMZ: Deg-degan Maksimal

Setelah pemanasan yang cukup bikin otak gue berasap, akhirnya kita masuk ke DMZ yang sebenernya. Suasananya langsung berubah drastis. Jalanan sepi, di pinggir jalan banyak ranjau darat (yang untungnya udah dipasang rambu-rambu), dan di setiap pos penjagaan ada tentara bersenjata lengkap. Gue langsung ngerasa kayak lagi masuk ke zona bahaya.

Pertama, kita diajak ke JSA (Joint Security Area), atau yang lebih dikenal sebagai Panmunjom. Ini tuh tempat di mana perwakilan dari Korea Utara dan Korea Selatan ketemu buat berunding (atau adu bacot). Di sini, ada bangunan biru yang melintang di garis demarkasi. Nah, bangunan biru ini dibagi dua: separuh Korea Utara, separuh Korea Selatan.

Yang bikin deg-degan, kita boleh masuk ke salah satu bangunan biru dan berdiri di sisi Korea Utara! Bayangin aja, bro, kaki gue injak wilayah Korea Utara, walaupun cuma seujung kuku. Di dalam bangunan, ada tentara Korea Selatan yang berdiri tegak kayak patung, matanya gak boleh berkedip, dan tangannya mengepal di samping badan. Mereka kayaknya udah dilatih buat gak bereaksi apapun, biar gak bikin provokasi.

Pas gue berdiri di sisi Korea Utara, gue bisa ngeliat tentara Korea Utara di seberang jendela. Mereka juga berdiri tegak kayak patung, matanya dingin, dan mukanya gak ada ekspresi sama sekali. Gue ngerasa kayak lagi tatap-tatapan sama musuh bebuyutan. It was intense, man!

Tunnel of Aggression: Nyadar Betapa Seriusnya Situasi


Tunnel of Aggression: Nyadar Betapa Seriusnya Situasi

Setelah dari JSA, kita diajak masuk ke Tunnel of Aggression ke-3. Ini tuh terowongan rahasia yang digali oleh Korea Utara buat nyerang Korea Selatan secara diam-diam. Terowongannya sempit banget, pendek pula. Kita harus nunduk-nunduk biar gak kejedot. Yang bikin gue miris, terowongan ini ditemukan pas Korea Selatan denger suara ledakan dari bawah tanah. Bayangin aja, bro, betapa seriusnya situasi saat itu.

Di dalam terowongan, kita dilarang foto-foto. Ya iyalah, masa' iya mau selfie di tempat begituan? Gak etis banget. Gue cuma bisa ngebayangin betapa ngerinya kalo terowongan ini beneran dipake buat nyerang.

Observation Post: Ngeliat Korea Utara dari Kejauhan


Observation Post: Ngeliat Korea Utara dari Kejauhan

Terakhir, kita diajak ke Observation Post. Dari sini, kita bisa ngeliat Korea Utara dari kejauhan. Pemandangannya lumayan bagus sih, tapi tetep aja ada aura suramnya. Kita bisa ngeliat desa Kijong-dong yang kosong melompong, bendera raksasa Korea Utara yang berkibar-kibar, dan gunung-gunung yang sepi.

Gue ngerasa kasihan sama orang-orang Korea Utara. Mereka hidup di bawah rezim yang otoriter, gak punya kebebasan, dan gak tau apa-apa tentang dunia luar. Gue jadi bersyukur banget bisa hidup di negara yang lebih bebas dan makmur, walaupun kadang-kadang suka ngeluh juga.

Insight & Pelajaran dari DMZ


Insight & Pelajaran dari DMZ

Tur ke DMZ ini bener-bener ngebuka mata gue. Gue jadi sadar betapa beruntungnya gue bisa hidup di negara yang damai, walaupun kadang-kadang suka ribut juga karena politik. Gue juga jadi sadar betapa pentingnya sejarah, biar kita gak ngulangin kesalahan yang sama di masa depan.

Selain itu, gue juga belajar tentang propaganda. Gue jadi lebih kritis sama berita-berita yang gue baca, dan gak langsung percaya gitu aja. Gue juga jadi lebih hati-hati sama informasi yang gue share di media sosial, karena bisa aja disalahgunakan.

Yang paling penting, gue jadi lebih menghargai perdamaian. Gue jadi sadar betapa rapuhnya perdamaian itu, dan betapa mudahnya perang bisa pecah. Gue jadi pengen ikut berkontribusi buat menciptakan perdamaian di dunia, walaupun cuma dengan hal-hal kecil kayak gak nyebar hoax dan gak ikut-ikutan provokasi.

Kesimpulan: DMZ Bukan Sekadar Kawat Berduri


Kesimpulan: DMZ Bukan Sekadar Kawat Berduri

Jadi, buat lo yang pengen liburan yang out of the box, gue saranin banget buat ikutan tur ke DMZ. Ini bukan sekadar liat kawat berduri dan tentara bersenjata, tapi juga pengalaman yang bisa bikin lo mikir tentang sejarah, politik, dan eksistensi diri. Siapa tau abis dari DMZ, lo jadi pengen jadi diplomat atau aktivis perdamaian. Atau minimal, lo jadi lebih bersyukur sama hidup lo.

Oh iya, satu lagi. Jangan lupa bawa kamera ya, buat foto-foto (tapi jangan di tempat yang dilarang!). Dan yang paling penting, bawa pikiran terbuka dan hati yang siap menerima kejutan. Karena di DMZ, lo gak akan pernah tau apa yang bakal lo temuin. Trust me on this one.

Gue sih gak nyesel ikutan tur ke DMZ. Walaupun agak creepy dan bikin merinding, tapi ini pengalaman yang gak akan pernah gue lupain seumur hidup. Gue jadi lebih aware sama isu-isu global, dan lebih menghargai perdamaian. So, go ahead, book your DMZ tour now! You won't regret it. (Mungkin sedikit, tapi pasti banyak pengalaman berharga!)

Posting Komentar untuk "Tur DMZ: Ketemu Tentara Korea Utara, Nahan Tangis, & Mikir Eksistensi Diri"