Nyasar Asyik di Bukchon Hanok Village: Antara Rumah Tradisional dan Tanjakan Maut!

Jalan-jalan di Bukchon Hanok Village

Nyasar Asyik di Bukchon Hanok Village: Antara Rumah Tradisional dan Tanjakan Maut!

Gue, si ratu drama traveling, memutuskan buat terbang ke Korea Selatan. Tujuan utama? Bukan idol K-Pop (walaupun nggak nolak juga kalo ketemu), tapi Bukchon Hanok Village. Kebayang kan, rumah-rumah tradisional Korea yang instagramable abis, jalanan berliku yang bikin penasaran, dan aura sejarah yang bikin hati adem. Ekspektasi gue udah setinggi menara Namsan, bro!

Tapi, namanya juga traveling, nggak mungkin dong semuanya berjalan sesuai rencana. Ada aja drama yang nyempil, bikin perjalanan makin berwarna (baca: bikin gue misuh-misuh sendiri). Jadi, mari simak cerita absurd gue tentang Bukchon Hanok Village, lengkap dengan tanjakan maut, turis rempong, dan penjual makanan kaki lima yang bikin kalap.

Persiapan ala Kadarnya: Sok Tahu Level Dewa


Persiapan ala Kadarnya: Sok Tahu Level Dewa

Sebelum berangkat, gue, dengan PD (percaya diri) tingkat dewa, cuma baca-baca artikel blog seadanya. Alasan? "Ah, gampang lah, tinggal ikutin Google Maps," begitu pikir gue, si anak milenial yang mengandalkan teknologi sepenuhnya. Gue bahkan nggak belajar bahasa Korea sama sekali, modal nekat doang. Alhasil, pas nyampe Incheon Airport, gue langsung kelabakan nyari transportasi ke Seoul. Untungnya, ada mbak-mbak informasi yang baik hati nunjukkin gue cara naik AREX (Airport Railroad Express).

Sesampainya di penginapan daerah Myeongdong, gue langsung rebahan. Jet lag, cuy! Tapi, semangat buat explore Bukchon Hanok Village udah membara. Keesokan harinya, setelah sarapan roti tawar sisa semalam (maklum, budget traveler), gue langsung cabut.

Menuju Bukchon: Naik Bus Jadi Ajang Survival


Menuju Bukchon: Naik Bus Jadi Ajang Survival

Gue memutuskan buat naik bus ke Bukchon Hanok Village, biar lebih hemat dan bisa liat pemandangan kota. Tapi, di sinilah drama dimulai. Gue nggak ngerti sama sistem pembayaran kartu T-money (kartu transportasi di Korea), alhasil gue cuma bengong di depan mesin tap kartu. Untungnya, ada ahjussi (bapak-bapak) yang bantuin gue. Dia ngomong panjang lebar dalam bahasa Korea, yang gue tangkep cuma "Bukchon... Bukchon..." sambil nunjuk-nunjuk kartu. Ya sudahlah ya, yang penting gue bisa naik bus.

Di dalam bus, gue berasa lagi ikut ajang survival. Penumpangnya padat merayap, kayak ikan sarden di dalam kaleng. Gue harus berpegangan erat biar nggak mental pas bus ngerem mendadak. Belum lagi, pengumuman dalam bahasa Korea yang nggak gue ngerti sama sekali. Gue cuma bisa berharap semoga gue nggak salah turun. Akhirnya, setelah melewati beberapa halte yang nggak jelas, gue melihat plang bertuliskan "Bukchon Hanok Village" dalam bahasa Inggris. Alhamdulillah!

Bukchon Hanok Village: Indahnya Rumah Tradisional, Pedihnya Tanjakan!


Bukchon Hanok Village: Indahnya Rumah Tradisional, Pedihnya Tanjakan!

Begitu turun dari bus, gue langsung terpukau. Bukchon Hanok Village beneran cantik! Rumah-rumah tradisional Korea (hanok) berjejer rapi di sepanjang jalan, dengan atap melengkung yang khas dan dinding putih yang bersih. Suasananya juga tenang dan damai, jauh dari hiruk pikuk kota Seoul. Gue langsung ngeluarin kamera dan mulai jeprat-jepret nggak karuan.

Tapi, keindahan ini nggak datang tanpa pengorbanan. Bukchon Hanok Village terletak di atas bukit, jadi jalanannya penuh dengan tanjakan curam. Tanjakan ini bukan tanjakan kaleng-kaleng, bro! Tanjakannya beneran bikin dengkul mau copot. Gue yang udah lama nggak olahraga, langsung ngos-ngosan kayak dikejar anjing.

Belum lagi, turisnya bejibun! Mereka bergerombol di setiap sudut jalan, sibuk foto-foto dengan berbagai pose alay. Gue jadi susah buat dapetin foto yang bagus tanpa ada orang nyempil di background. Kadang, gue pengen teriak, "Minggir, woy! Gue mau foto!" tapi gue urungkan niat gue, takut dikira turis kampungan.

Kejadian Absurd: Nyasar di Gang Sempit dan Ketemu Oppa Ganteng


Kejadian Absurd: Nyasar di Gang Sempit dan Ketemu Oppa Ganteng

Di tengah perjuangan melawan tanjakan dan kerumunan turis, gue memutuskan buat nyimpang dari jalan utama dan masuk ke gang-gang sempit. Gue pengen explore lebih dalam dan nemuin hidden gems yang nggak banyak diketahui orang. Tapi, di sinilah gue melakukan kesalahan besar.

Gue nyasar! Gang-gang di Bukchon Hanok Village beneran mirip labirin. Jalanannya berliku-liku, sempit, dan nggak ada petunjuk arah yang jelas. Gue udah mulai panik, takut nggak bisa keluar dari sini. Tapi, di tengah kepanikan itu, gue bertemu dengan seorang oppa (sebutan untuk cowok yang lebih tua di Korea) yang gantengnya bikin mata gue seger.

Dia nawarin buat nganterin gue keluar dari gang itu. Tanpa pikir panjang, gue langsung ngangguk setuju. Lumayan kan, sekalian cuci mata. Sambil jalan, dia nanya gue dari mana dan ngajak ngobrol. Ternyata, dia seorang mahasiswa seni yang tinggal di daerah situ. Dia cerita banyak tentang sejarah dan budaya Bukchon Hanok Village. Lumayan nambah ilmu dan gebetan (eh!).

Kuliner Kaki Lima: Surga Makanan yang Bikin Kalap


Kuliner Kaki Lima: Surga Makanan yang Bikin Kalap

Setelah berhasil keluar dari labirin gang sempit, perut gue mulai keroncongan. Untungnya, di Bukchon Hanok Village banyak banget penjual makanan kaki lima yang ngejual berbagai macam jajanan Korea. Mulai dari tteokbokki (kue beras pedas), hotteok (panekuk manis), sampai odeng (kue ikan).

Gue langsung kalap mata dan nyobain semua makanan yang keliatan enak. Tteokbokki-nya pedesnya nampol, hotteok-nya manisnya bikin nagih, dan odeng-nya gurihnya bikin pengen nambah lagi. Gue beneran berasa lagi di surga makanan! Tapi, dompet gue langsung menjerit setelah bayar semua makanan itu. Maklum, harga makanan di Bukchon Hanok Village emang agak pricey.

Pelajaran yang Didapat: Traveling Itu Bukan Cuma Soal Foto Instagramable


Pelajaran yang Didapat: Traveling Itu Bukan Cuma Soal Foto Instagramable

Setelah seharian nyasar, mendaki tanjakan, ketemu oppa ganteng, dan kalap makan, gue akhirnya memutuskan buat balik ke penginapan. Badan gue udah remuk redam, tapi hati gue seneng banget. Gue sadar, traveling itu bukan cuma soal foto-foto instagramable dan posting di media sosial. Traveling itu tentang pengalaman, tentang bertemu orang baru, tentang belajar hal baru, dan tentang keluar dari zona nyaman.

Bukchon Hanok Village emang indah, tapi keindahannya nggak cuma terletak pada rumah-rumah tradisionalnya. Keindahannya juga terletak pada gang-gang sempit yang penuh misteri, tanjakan curam yang menguji ketahanan fisik, dan keramahan orang-orang Korea yang gue temui.

Gue belajar bahwa traveling itu nggak harus selalu berjalan sesuai rencana. Kadang, kejadian absurd dan nggak terduga justru bikin perjalanan jadi lebih seru dan berkesan. Gue juga belajar bahwa bahasa bukan jadi penghalang untuk berkomunikasi dan menjalin persahabatan. Yang penting, punya niat baik dan senyum ramah.

Jadi, buat kalian yang pengen ke Bukchon Hanok Village, jangan cuma modal foto instagramable doang ya. Siapin fisik yang kuat buat mendaki tanjakan, kuasai bahasa Korea dasar biar nggak kelabakan, dan jangan takut buat nyasar. Siapa tahu, kalian malah ketemu oppa ganteng kayak gue! (Ngarep.com). Dan satu lagi, jangan lupa bawa duit yang banyak buat jajan!

Akhir kata, Bukchon Hanok Village adalah destinasi yang wajib dikunjungi kalo kalian lagi liburan ke Korea Selatan. Siap-siap aja buat drama, kejutan, dan pengalaman tak terlupakan. Selamat traveling! Annyeong!

Posting Komentar untuk "Nyasar Asyik di Bukchon Hanok Village: Antara Rumah Tradisional dan Tanjakan Maut!"