Judul: Dari Gang Sempiiit ke Rumah Mewah: Napak Tilas 'Parasite' di Seoul, Kocak Abis!

Judul: Dari Gang Sempiiit ke Rumah Mewah: Napak Tilas 'Parasite' di Seoul, Kocak Abis!
Oke gaes, jadi gini ceritanya. Kalian tau kan gue demen banget sama film? Apalagi film yang bikin otak gue muter kayak gasing, yang abis nonton langsung pengen ngobrolin teorinya sama temen-temen sampe pagi. Nah, salah satu film yang bikin gue terobsesi berat adalah Parasite karya Bong Joon-ho. Film yang menang Oscar itu lhooo!
Abis nonton Parasite, gue langsung kena wanderlust stadium akhir. Nggak bisa tidur kepikiran gang sempit tempat keluarga Kim tinggal, penasaran juga sama rumah mewah keluarga Park yang minimalis abis. Akhirnya, dengan modal nekat dan tabungan hasil ngumpulin recehan, gue memutuskan untuk terbang ke Seoul, Korea Selatan, buat napak tilas lokasi syuting Parasite!
Persiapan Gokil Ala Backpacker Kere Hore

Persiapan gue? Standar anak backpacker kere hore. Beli tiket pesawat promo (yang transitnya sampe bikin dengkul mau copot), booking hostel murah meriah (yang kamar mandinya bikin trauma), dan riset lokasi syuting Parasite via Google. Nggak pake tour guide, nggak pake itinerary ribet. Prinsip gue, jalanin aja kayak air mengalir. Tapi air yang kadang nyasar ke got, sih. Hehehe.
Sebelum berangkat, gue sempet nonton Parasite lagi buat ngapalin detail lokasinya. Gue perhatiin dari tekstur tembok, warna genteng, sampe posisi tong sampah. Ya kali aja kan pas nyampe sana, gue bisa sok-sokan jadi local expert gitu. Biar dikata "wah, anak ini niat banget ya!" Padahal mah aslinya emang gabut aja.
Jangan lupa, gue juga download aplikasi translator buat jaga-jaga kalau nyasar atau mau nawar harga makanan di pasar. Tapi kenyataannya, aplikasi itu lebih sering gue pake buat nge-gombalin mas-mas Korea ganteng. Lumayan, buat hiburan di kala kesepian. #eh
Nyebrang Sungai Han: Misi Mencari Tangga Abadi

Hari pertama di Seoul, gue langsung menuju ke lokasi yang paling ikonik: tangga yang menghubungkan gang tempat keluarga Kim tinggal dengan jalanan di atasnya. Tangga itu, bagi gue, adalah simbol jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang jadi tema sentral film Parasite. Dramatis, kan? Padahal mah tangga doang.
Gue naik subway dari hostel gue yang lokasinya jauh dari peradaban (lebay), sampe ke stasiun terdekat. Dari situ, gue jalan kaki mengikuti petunjuk Google Maps. Lumayan, itung-itung olahraga. Tapi lama-lama kaki gue rasanya mau copot juga. Ini mah bukan napak tilas, tapi napak neraka!
Setelah jalan kaki hampir satu jam (dan beberapa kali nyasar), akhirnya gue nemuin tangga yang gue cari! Jeng jeeeng!
Pas gue liat langsung, jujur aja, agak underwhelming. Tangganya nggak semegah yang gue bayangin. Gangnya juga nggak sesempit yang gue liat di film. Mungkin efek movie magic kali ya. Tapi tetep aja, gue ngerasa merinding. Gue berdiri di tempat yang sama dengan keluarga Kim, keluarga yang nasibnya tragis tapi juga ngasih kita banyak pelajaran tentang kehidupan.
Gue sempet foto-foto narsis di tangga itu, gaya-gayaan kayak pemain film. Tapi untungnya nggak ada yang ngenalin gue. Kalau ada yang ngenalin, malu juga gue. Secara, tampang gue lebih mirip gelandangan daripada artis Hollywood.
Oh iya, pas gue lagi asik foto-foto, tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyamperin gue. Dia ngomong sesuatu dalam bahasa Korea yang gue nggak ngerti sama sekali. Gue cuma bisa cengo sambil senyum-senyum nggak jelas. Untungnya, dia ngasih gue permen. Lumayan, buat nambah energi.
Menjelajah Ahyeon-dong: Gang Sempit Penuh Kenangan (dan Sampah)

Setelah puas foto-foto di tangga, gue lanjut menjelajah Ahyeon-dong, daerah tempat syuting gang keluarga Kim. Gue jalan kaki menyusuri gang-gang sempit yang penuh dengan rumah-rumah tua yang kumuh. Suasananya bener-bener bikin gue ngerasa kayak lagi masuk ke dalam film Parasite.
Gue perhatiin detail-detail kecil yang ada di sekitar gue. Kabel listrik yang semrawut, jemuran baju yang bertebaran, grafiti di tembok, sampe tumpukan sampah yang menggunung. Semua itu menggambarkan kehidupan yang keras dan serba kekurangan.
Gue sempet ngobrol sama beberapa warga setempat. Mereka ramah-ramah banget. Walaupun bahasa Inggris gue pas-pasan dan bahasa Korea mereka nggak ada sama sekali, kami tetep bisa berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan senyuman. Mereka cerita tentang kehidupan mereka sehari-hari, tentang perjuangan mereka untuk bertahan hidup, dan tentang harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik.
Dari obrolan singkat itu, gue jadi lebih memahami realitas sosial yang ada di Korea Selatan. Bahwa di balik gemerlapnya kota Seoul, masih ada kesenjangan sosial yang sangat besar. Bahwa masih ada orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan kesulitan. Dan bahwa film Parasite bukanlah sekadar film fiksi, tapi juga cerminan dari realitas yang ada.
Tapi, jujur aja, gue agak kecewa karena nggak nemuin rumah keluarga Kim yang persis sama kayak di film. Ternyata, rumah itu cuma set yang dibangun khusus untuk keperluan syuting. Agak nyesek juga sih. Udah jauh-jauh dateng, eh ternyata cuma gimmick.
Mencari Kedamaian di Stone Stairway: Bukan Sekadar Tangga Batu Biasa

Lokasi selanjutnya yang gue kunjungi adalah Stone Stairway di daerah Jahamun. Tangga ini muncul di beberapa adegan penting dalam Parasite, termasuk adegan saat keluarga Kim kabur dari rumah keluarga Park setelah melakukan kejahatan. Tangga ini juga menjadi saksi bisu dari konflik kelas yang semakin meruncing.
Tangga ini terletak di daerah perumahan yang tenang dan asri. Suasananya jauh berbeda dengan gang sempit di Ahyeon-dong. Di sini, gue bisa merasakan kedamaian dan ketenangan. Gue duduk di salah satu anak tangga, merenungkan tentang film Parasite dan pesan yang ingin disampaikan oleh Bong Joon-ho.
Tangga ini, bagi gue, bukan sekadar tangga batu biasa. Tapi juga simbol dari perjalanan hidup, dari perjuangan untuk mencapai tujuan, dan dari harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Gue sempet ngobrol sama seorang kakek yang lagi duduk di tangga itu. Dia cerita tentang sejarah tangga itu, tentang bagaimana tangga itu menjadi bagian dari kehidupan warga setempat selama bertahun-tahun. Dia juga cerita tentang film Parasite dan bagaimana film itu menggambarkan realitas sosial yang ada di Korea Selatan.
Dari obrolan itu, gue jadi lebih memahami makna dari tangga itu. Bahwa tangga itu bukan hanya sekadar penghubung antara dua tempat, tapi juga penghubung antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Rumah Mewah Keluarga Park: Sayangnya Cuma Impian

Nah, ini dia yang paling bikin gue penasaran: rumah mewah keluarga Park! Rumah yang arsitekturnya minimalis abis, desain interiornya kece badai, dan punya halaman luas dengan taman yang indah. Siapa sih yang nggak pengen punya rumah kayak gitu?
Sayangnya, gue harus gigit jari karena rumah keluarga Park itu juga cuma set yang dibangun khusus untuk keperluan syuting. Rumah itu nggak ada di dunia nyata! Kecewa? Pasti. Sedih? Iya juga. Tapi ya sudahlah. Mungkin suatu hari nanti gue bisa punya rumah kayak gitu. Aamiin.
Sebagai gantinya, gue mengunjungi beberapa museum dan galeri seni di Seoul yang punya arsitektur dan desain interior yang mirip dengan rumah keluarga Park. Lumayan lah, buat ngobatin rasa penasaran gue.
Gue juga sempet makan di restoran mewah yang makanannya fancy abis. Harganya sih bikin dompet gue nangis, tapi ya sekali-kali lah ya. Biar ngerasain jadi orang kaya kayak keluarga Park.
Bunker di Halaman Rumah: Misteri yang Tak Terpecahkan

Salah satu elemen yang paling menarik dari rumah keluarga Park adalah bunker yang terletak di halaman belakang. Bunker itu menjadi tempat persembunyian Geun-sae, suami dari pembantu lama keluarga Park. Bunker itu juga menjadi saksi bisu dari tragedi berdarah di akhir film.
Sayangnya, bunker itu juga cuma set yang dibangun khusus untuk keperluan syuting. Jadi, gue nggak bisa masuk ke dalamnya dan merasakan sendiri suasana mencekam di dalam bunker itu.
Tapi, gue tetep penasaran sama bunker itu. Gue coba cari informasi tentang bunker itu di internet, tapi nggak banyak yang gue temuin. Misteri bunker itu masih menjadi teka-teki bagi gue.
Pelajaran dari Napak Tilas Parasite

Meskipun gue nggak bisa menemukan semua lokasi syuting Parasite yang persis sama kayak di film, tapi perjalanan gue ke Seoul tetap memberikan gue banyak pelajaran berharga. Gue jadi lebih memahami realitas sosial yang ada di Korea Selatan, tentang kesenjangan sosial, tentang perjuangan hidup, dan tentang harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Gue juga jadi lebih mengapresiasi film Parasite sebagai karya seni yang luar biasa. Film itu nggak hanya menghibur, tapi juga menginspirasi dan membuat gue berpikir tentang kehidupan.
Yang paling penting, perjalanan ini ngajarin gue buat nggak gampang nyerah sama keadaan. Bahwa meskipun hidup kadang keras dan nggak adil, kita tetep harus berjuang dan berharap. Bahwa meskipun kita nggak punya apa-apa, kita tetep bisa bermimpi dan mewujudkan mimpi itu.
Tips Buat Kalian yang Pengen Napak Tilas Parasite

Buat kalian yang pengen napak tilas Parasite di Seoul, gue punya beberapa tips nih:
Riset yang matang. Cari informasi sebanyak mungkin tentang lokasi syuting Parasite. Siapkan fisik yang kuat. Karena kalian bakal banyak jalan kaki. Bawa peta dan kompas. Biar nggak nyasar kayak gue. Belajar bahasa Korea dasar. Biar gampang berkomunikasi sama warga setempat. Jangan lupa bawa kamera. Buat foto-foto narsis. Siapkan mental. Karena nggak semua lokasi syuting Parasite ada di dunia nyata. Yang terpenting, nikmati perjalanannya!
Nah, itu dia cerita perjalanan gue napak tilas Parasite di Seoul. Semoga cerita ini bisa menginspirasi kalian untuk berani bermimpi dan mewujudkan mimpi itu. Sampai jumpa di petualangan gue selanjutnya! Annyeong!
Posting Komentar untuk "Judul: Dari Gang Sempiiit ke Rumah Mewah: Napak Tilas 'Parasite' di Seoul, Kocak Abis!"
Posting Komentar