Desa Abai Sokcho: Lebih Dari Sekadar Ferry dan Sundae Isi Darah

Desa Misterius Abai di Sokcho

Desa Abai Sokcho: Lebih Dari Sekadar Ferry dan Sundae Isi Darah

Oke, gaes, dengerin nih cerita gue. Kalian tau kan Korea Selatan itu bukan cuma soal K-Pop, oppa ganteng, sama skincare 10 step yang bikin dompet jebol? Ada sisi lain yang lebih raw, lebih lokal, dan lebih... ehem, unik. Salah satunya adalah Desa Abai di Sokcho. Gue awalnya ke Sokcho emang buat liat laut dan makan seafood segar (maklum, anak pantai), tapi Desa Abai ini bener-bener jadi highlight perjalanan gue.

Jadi, Desa Abai itu apa sih? Singkatnya, ini adalah sebuah perkampungan yang dihuni oleh para pengungsi dari Korea Utara setelah Perang Korea. Mereka menyeberang ke selatan dan menetap di sini, di sebuah area kecil yang dipisahkan dari pusat kota Sokcho oleh laguna Cheongcho. Lokasinya emang strategis banget, deket sama laut dan sumber penghidupan, tapi sejarahnya itu lho yang bikin merinding.

Awal Mula: Dari Niat Pengen Lihat Laut…


Awal Mula: Dari Niat Pengen Lihat Laut…

Gue, sebagai manusia yang selalu penasaran sama hal-hal baru, langsung tertarik dong buat dateng ke Desa Abai. Dari penginapan gue di pusat kota Sokcho, gue naik bus lokal. Busnya sih lumayan nyaman, tapi yang bikin geli adalah ibu-ibu ahjumma (sebutan untuk wanita paruh baya di Korea) yang pada rebutan tempat duduk. Udah kayak rebutan diskonan panci di pasar malem, bo! Padahal, busnya juga gak penuh-penuh amat. Ya sudahlah, namanya juga budaya lokal.

Turun dari bus, gue langsung disambut sama aroma laut yang khas. Udara segar, langit biru, dan deretan rumah-rumah sederhana di kejauhan. Vibesnya langsung beda banget sama hiruk pikuk kota. Gue langsung merasa kayak masuk ke dimensi lain.

Get Lost di Gang Sempit Desa Abai


Get Lost di Gang Sempit Desa Abai

Hal pertama yang gue lakuin adalah nyasar! Gak heran sih, Desa Abai ini punya jaringan gang sempit yang super labirin. Kanan kiri rumah penduduk, jemuran baju berkibar-kibar, anak-anak kecil lari-larian sambil teriak-teriak. Suasananya bener-bener kayak balik ke masa kecil di kampung halaman. Gue jadi inget dulu sering main petak umpet di gang-gang sempit rumah nenek.

Sempet beberapa kali salah belok, akhirnya gue nemuin sebuah petunjuk arah yang cukup membantu. Petunjuknya sih sederhana, cuma tulisan hangul (aksara Korea) yang gue gak ngerti sama sekali. Untungnya, gue inget beberapa kata dasar yang diajarin sama temen gue yang kuliah jurusan Bahasa Korea. Gue coba baca, dan… bingo! Ternyata arahnya bener. Makasih ya, Wonyoung!

Selama nyasar itu, gue sempet papasan sama beberapa warga lokal. Mereka ramah banget, senyum ke gue dan ngajak ngobrol. Walaupun gue gak ngerti apa yang mereka omongin, tapi dari gesturnya gue bisa ngerasain keramahan mereka. Bahasa tubuh emang universal language, bro!

Menyeberang dengan Gaetbae: Pengalaman yang Gak Ada Duanya


Menyeberang dengan Gaetbae: Pengalaman yang Gak Ada Duanya

Salah satu daya tarik Desa Abai adalah cara menyeberang ke sana. Kalian gak bisa naik mobil atau motor, tapi harus naik gaetbae. Apa itu gaetbae? Jadi, gaetbae itu adalah perahu kecil yang ditarik menggunakan tali oleh penumpang sendiri. Jadi, kita narik tali yang menghubungkan kedua sisi laguna Cheongcho, dan perahunya bergerak maju. Gokil kan?

Awalnya gue agak skeptis, kayak, "Serius nih gue harus narik tali sendiri?" Tapi ternyata seru banget! Apalagi pas barengan sama turis lain, jadi kayak lomba tarik tambang gitu. Lumayan buat olahraga pagi, daripada lari-lari gak jelas di treadmill.

Pas narik tali itu, gue sempet mikir, "Gini ya rasanya jadi nelayan zaman dulu?" Bener-bener pengalaman yang humbling dan bikin gue lebih menghargai kerja keras orang lain.

Abai Sundae: Kuliner Ekstrem yang Bikin Ketagihan


Abai Sundae: Kuliner Ekstrem yang Bikin Ketagihan

Nah, ini dia yang paling penting: makanan! Desa Abai terkenal dengan Abai Sundae, yaitu sosis darah khas Korea. Gue awalnya agak ngeri sih, jujur aja. Secara, gue bukan penggemar makanan ekstrem. Tapi karena penasaran, gue coba deh satu porsi.

Penampilannya emang agak intimidating. Warnanya item legam, bentuknya kayak usus gede, dan disiram saus merah yang pedas. Tapi pas gue gigit… boom! Rasanya meledak di mulut. Teksturnya kenyal, rasanya gurih, pedas, dan ada sedikit rasa manis. Bener-bener kombinasi yang aneh tapi bikin ketagihan!

Selain Abai Sundae, di Desa Abai juga banyak jajanan lain yang gak kalah enak. Ada bibimbap, tteokbokki, dan berbagai macam seafood segar. Harganya juga relatif murah, cocok buat backpacker kayak gue yang budgetnya terbatas.

Gue sempet nyobain makan di salah satu restoran lokal. Tempatnya sederhana, tapi makanannya juara! Gue pesen bibimbap yang isinya macem-macem sayuran, daging, dan telur setengah matang. Pas diaduk, warnanya jadi cantik banget, kayak pelangi di dalam mangkok. Rasanya juga enak banget, bener-bener comfort food yang bikin perut bahagia.

Belajar dari Sejarah dan Ketabahan


Belajar dari Sejarah dan Ketabahan

Selama di Desa Abai, gue gak cuma makan dan foto-foto doang. Gue juga nyoba buat belajar tentang sejarah dan budaya mereka. Gue sempet ngobrol (walaupun pake bahasa tarzan) sama salah satu warga yang udah tua. Dia cerita tentang pengalamannya waktu menyeberang dari Korea Utara, tentang perjuangan mereka buat bertahan hidup di tempat baru, dan tentang harapan mereka buat reunifikasi Korea.

Dari cerita itu, gue belajar tentang ketabahan, persatuan, dan harapan. Mereka udah kehilangan segalanya, tapi mereka gak pernah menyerah. Mereka terus berjuang buat hidup yang lebih baik, buat keluarga mereka, dan buat masa depan Korea. Kisah mereka bener-bener inspiratif dan bikin gue lebih menghargai apa yang gue punya.

Jangan Cuma Jadi Turis, Jadilah Traveler yang Peduli


Jangan Cuma Jadi Turis, Jadilah Traveler yang Peduli

Jadi, gaes, kalau kalian ke Sokcho, jangan cuma fokus sama pantai dan seafood aja. Sempetin waktu buat dateng ke Desa Abai. Cobain Abai Sundae, naik gaetbae, dan ngobrol sama warga lokal. Tapi yang paling penting, dateng dengan pikiran terbuka dan hati yang peduli. Jangan cuma jadi turis yang dateng, foto-foto, terus pulang. Jadilah traveler yang belajar, menghargai, dan menghormati budaya orang lain.

Gue yakin, pengalaman di Desa Abai bakal jadi pengalaman yang gak akan pernah kalian lupain. Kalian akan belajar tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan yang penting. Dan siapa tau, kalian juga bakal dapet temen baru di sana.

Bonus: Tips Traveling ke Desa Abai


Bonus: Tips Traveling ke Desa Abai

Pelajari sedikit bahasa Korea: Gak perlu jago, cukup tau beberapa kata dasar aja. Ini bakal ngebantu banget buat komunikasi sama warga lokal. Bawa uang tunai: Gak semua tempat nerima kartu kredit, jadi lebih baik bawa uang tunai secukupnya. Hormati budaya lokal: Berpakaian sopan, jangan berisik, dan jangan buang sampah sembarangan. Jangan takut nyasar: Nyasar itu bagian dari petualangan. Siapa tau kalian nemuin hal-hal menarik selama nyasar. Buka hati dan pikiran: Siap untuk belajar hal-hal baru dan melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

Intinya, Desa Abai itu bukan cuma tempat wisata, tapi juga tempat buat belajar dan refleksi diri. Jadi, tunggu apa lagi? Buruan ke Sokcho dan rasain sendiri pengalaman yang gak terlupakan di Desa Abai! Dijamin gak nyesel, deh! Dan jangan lupa bawa perut kosong ya, biar bisa nyobain semua makanan enak di sana. Selamat berpetualang!

Posting Komentar untuk "Desa Abai Sokcho: Lebih Dari Sekadar Ferry dan Sundae Isi Darah"